rubiconslot88 winter4d marwah4d sugih4d/a> natuna4d cerutu4d soka4d ultra4d cermin4d singgah4d hana4d pukat4d bengkulu4d sirkuit4d bambu4d kebaya4d pocari4d hakim4d
dr. Ary : Stunting atau Kerdil Merupakan Masalah yang Sebenarnya Bisa Dicegah – STIKES IBNU SINA AJIBARANG

dr. Ary : Stunting atau Kerdil Merupakan Masalah yang Sebenarnya Bisa Dicegah

Stunting sampai saat ini masih menjadi problem kesehatan anak di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4%, atau menurun 6,4% dari angka 30,8% pada 2018. Meskipun ada penurunan, stunting masih menjadi ancaman serius yang memerlukan penanganan yang tepat sementara sebagian masyarakat kurang memahami. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga menghambat pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Demikian paparan dr. Ary Nahdiyani Amalia, M.Biomed. selaku dosen STIKes Ibnu Sina Ajibarang saat memberikan materi Sosialisasi Pencegahan Stunting sebagai bentuk Pengabdian kepada Masyarakat di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga, Jawa Tengah, Sabtu 3 September 2022, kegiatan ini juga sekaligus menjadi salah satu kegiatan inti dari pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) STIKes Ibnu Sina Ajibarang tahun 2022.

Ary menegaskan, secara prinsip masalah anak stunting penyebab utamanya adalah asupan gizi. Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Tidak satupun penelitian yang menyatakan keturunan memegang faktor yang lebih penting daripada gizi dalam hal pertumbuhan fisik anak. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Sementara itu, informasi dari Sekretariat Wapres RI menyatakan “Tahun 2022 Angka Prevalensi Stunting Harus Turun Setidaknya 3%”. “Prevalensi stunting tahun 2022 harus turun setidaknya 3% melalui konvergensi program intervensi spesifik dan sensitif yang tepat sasaran, serta didukung data sasaran yang lebih baik dan terintegrasi, pembentukan TPPS dan (penguatan) tingkat implementasinya hingga di tingkat rumah tangga melalui Posyandu,”, tegas Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin saat memimpin Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat di Istana Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 6 Jakarta Pusat, Rabu (11/05/2022).

Dari keterangan Wapres “Pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi hingga 14% pada tahun 2024. Itu artinya, kita harus menurunkan prevalensi sebesar 10,4% dalam 2,5 tahun ke depan, yang tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya.”, tuturnya.

Dari fakta di lapangan, menurut Wakil Ketua II STIKes Ibnu Sina Ajibarang, yang juga sekaligus Penanggung Jawab Klinik Pratama Ibnu Sina Ajibarang menyatakan, beberapa kendala yang ada dilapangan bahwa, pemahaman keliru itu kerap menghambat sosialisasi pencegahan stunting yang semestinya dilakukan dengan upaya mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), di samping berisiko menghambat pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap penyakit, juga menghambat perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan. Faktor stunting yang dialami sejak kecil sering kali menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Hal ini juga berisiko terhadap penyakit tidak menular di Indonesia seperti diabetes atau obesitas.

Selanjutnya, salah satu upaya untuk memperbaiki pemahaman dan perilaku masyarakat mengenai stunting adalah dengan sosialisasi pencegahan stunting. Hal ini bertujuan agar anak-anak Indonesia mendapatkan gizi yang baik mulai dari lingkup keluarga, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan bersaing di tingkat global.

STIKes Ibnu Sina Ajibarang sebagai satu-satunya perguruan tinggi swasta di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas yang berkewajiban melakukan pengabdian kepada masyarakat, telah bergerak melakukan sosialisasi untuk mendukung fokus pemerintah dalam penanganan stunting. Sosialisasi dilaksanakan di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga dengan tema Pencegahan Stunting dan Peningkatan Gizi untuk Masyarakat Tumbuh Kembang Anak. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Desa Bungkanel, Mukti Fatoni, para kader kesehatan, dan warga masyarakat, dengan pemateri oleh dr. Ary Nahdiyani Amalia, M.Biomed selaku dosen STIKes Ibnu Sina Ajibarang.

 

Lebih lanjut dikatakan “Strategi yang perlu diperhatikan dalam pencegahan stunting adalah memperbaiki pola asuh, pola konsumsi, perilaku hidup bersih dan sehat, serta pemahaman kesehatan dari segi sosial budaya. Di samping itu, masyarakat perlu memahami konsep gizi seimbang, sehingga dapat memperbaiki kondisi gizi mulai di tingkat keluarga, terutama keluarga yang memiliki anak balita.”

Pola asuh dipengaruhi aspek perilaku orang tua dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi baik bagi remaja perempuan yang kelak menjadi ibu, maupun pada calon ibu yang sedang hamil, perlu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan. Ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan, melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupaya agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI), dan memberikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun diberikan juga makanan pendamping ASI. Tumbuh kembang harus terus dipantau dengan membawa buah hati ke Posyandu terdekat setiap bulan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah memberikan hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah.

Akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam harus diperhatikan. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

“Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, tidak memahami rumah sehat termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, jarak dari tempat  pembuangan sampah lebih dari 100 meter, dekat dengan sarana pembersihan, berada di tempat dimana air hujan dan air kotor tidak tergenang.”, tutur dr.Ary.

Ary juga menegaskan, kehamilan saat ini masih diyakini oleh banyak orang dari berbagai budaya sebagai suatu kondisi khusus yang penuh bahaya. Bahaya bagi ibu hamil dan janinnya dan dianggap dapat terjadi dalam berbagai situasi, baik dari alam nyata maupun gaib. Untuk melindungi ibu dan janinnya berbagai masyarakat di dunia diharuskan mematuhi larangan-larangan tertentu yang harus dipatuhi oleh ibu hamil dan ibu masa nifas. Pemahaman yang salah terhadap mitos dalam bidang kesehatan harus secepatnya diluruskan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul, sehingga perlu diungkap dengan fakta-fakta ilmiah.

 

Pengabdian kepada masyarakat ini menjadi salah satu program kerja Tim KKN DR (Dari Rumah) Kelompok 1 dalam bidang kesehatan. Sosialisasi stunting ini nyatanya sangat bermanfaat untuk masyarakat Desa Bungkanel, dibuktikan dengan antusias masyarakat yang bertanya yang diajukan oleh peserta. Akhirnya, dr. Ary berharap, kegiatan ini dapat segera ditindaklanjuti oleh peserta untuk menerapkan konsep gizi seimbang dalam rangka pencegahan stunting, sehingga membantu menurunkan kejadian stunting di Indonesia. Sosialisasi ini tidak hanya berhenti sampai di sini, nanti ke depannya akan terus diadakan sosialisasi dengan tema yang sama dan atau tema terkait fokus kesehatan yang menjadi program pemerintah yang wajib kita dukung, pungkasnya. (Gung B)

 

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Open chat
Hubungi Kami..
ssh, trojan, vpn, gratis, premium ssh premium ssh gratis Rest Api